Sulawesi Tenggara (Sultra) tercatat sebagai wilayah dengan kerugian terbesar akibat korupsi di Indonesia sepanjang 2023. Berdasarkan laporan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam Laporan Hasil Pemantauan Tren Korupsi Tahun 2023 rilis mei 2024, provinsi Sulawesi Tenggara mencatat 26 kasus korupsi yang tersebar di berbagai sektor, dengan potensi kerugian mencapai Rp5,73 triliun. Angka tersebut mengukuhkan posisi Sulawesi Tenggara sebagai salah satu provinsi dengan potensi kerugian terbesar akibat korupsi, meski jumlah kasusnya lebih sedikit dibanding provinsi lain seperti Jawa Timur dan Sumatera Utara.
Perbandingan Kasus Korupsi di Sulawesi Tenggara dengan Daerah Lain
Sebagai referensi, berikut data pemetaan kasus korupsi berdasarkan Wilayah di 38 Provinsi sepanjang tahun 2023:
Provinsi | Jumlah Kasus | Kerugian Negara (Rp) |
---|---|---|
Sulawesi Tenggara | 26 | 5.731.941.487.874 |
DKI Jakarta | 10 | 1.419.984.665.138 |
Jawa Timur | 64 | 172.721.277.450 |
Sumatera Utara | 54 | 91.309.219.490 |
Jawa Tengah | 47 | 207.728.957.383 |
Sulawesi Selatan | 46 | 145.780.302.928 |
NTT | 37 | 60.634.844.544 |
Aceh | 36 | 169.671.846.654 |
Jawa Barat | 36 | 116.767.270.479 |
Sumatera Selatan | 31 | 213.200.145.041 |
Bengkulu | 29 | 15.820.477.260 |
Riau | 26 | 163.566.280.894 |
Lampung | 27 | 76.218.674.097 |
Nasional | 27 | 17.931.022.960.904 |
Maluku | 26 | 48.725.415.865 |
Jambi | 20 | 413.734.687.001 |
Kalimantan Tengah | 19 | 38.371.759.813 |
Kalimantan Timur | 18 | 187.006.919.002 |
NTB | 18 | 63.466.126.820 |
Kalimantan Barat | 17 | 26.539.711.934 |
Sumatera Barat | 16 | 20.575.429.655 |
Banten | 16 | 104.575.165.871 |
Sulawesi Utara | 16 | 75.941.690.947 |
Kepulauan Riau | 15 | 375.376.827.139 |
Bali | 14 | 161.395.820.150 |
Kalimantan Selatan | 13 | 15.954.987.138 |
Sulawesi Tengah | 13 | 12.539.933.746 |
Sulawesi Barat | 12 | 16.753.997.073 |
Kep. Bangka Belitung | 11 | 20.737.404.744 |
Maluku Utara | 10 | 11.974.390.808 |
Papua Barat | 8 | 58.069.940.619 |
Papua | 8 | 130.363.762.921 |
DI Yogyakarta | 7 | 40.546.713.838 |
Gorontalo | 7 | 30.877.319.015 |
Kalimantan Utara | 4 | 18.007.442.345 |
Papua Barat Daya | 4 | 7.630.907.978 |
Papua Selatan | 2 | 2.991.003.190 |
Papua Tengah | 1 | 14.261.210.341 |
Papua Pegunungan | 0 | - |
TOTAL | 791 | 28.412.786.978.089 |
Korupsi di Sulawesi Tenggara. Sumber: Indonesia Corruption Watch (ICW)
Menurut data pada tabel diatas yang kami kutip dari laporan ICW, jumlah kasus korupsi di Sulawesi Tenggara yang terpantau sepanjang tahun 2023 mencapai 26 kasus. Jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain, seperti Jawa Timur yang mencatat 64 kasus dengan kerugian sekitar Rp172 miliar atau Sumatera Utara dengan 54 kasus dan kerugian Rp91 miliar, Sulawesi Tenggara memang memiliki jumlah kasus lebih sedikit. Namun, dari sisi nilai kerugian negara yang ditimbulkan, Sulawesi Tenggara mencatatkan kerugian yang jauh lebih besar, yaitu Rp5,73 triliun, menempatkannya sebagai wilayah dengan salah satu potensi kerugian tertinggi di Indonesia.
Namun demikian, penting digaris bawahi bahwa hasil pemetaan kasus berdasarkan wilayah diatas ini tidak kemudian serta merta menjadi dasar penilaian atas tingkat kerawanan korupsi di suatu provinsi. Tinggi-rendahnya jumlah kasus yang berhasil terpantau pada laporan ICW didasarkan pada faktor informasi penanganan kasus yang relatif mudah didapatkan, baik dari sumber primer maupun sumber sekunder. Faktor lain yang mungkin turut berpengaruh adalah partisipasi masyarakat dalam melaporkan dugaan kasus korupsi di lingkungan sekitarnya. |
Sayangnya, laporan yang dirilis ICW tidak memberikan informasi detail mengenai sektor atau modus korupsi yang terjadi di Sulawesi Tenggara secara spesifik. Namun, dalam laporannya, ICW memberikan beberapa informasi umum mengenai tren korupsi di Indonesia yang kami anggap sangat relevan berdasarkan basis data yang kami kumpulkan terkait kasus korupsi yang marak terjadi di Sulawesi Tenggara:
- Sektor Desa adalah sektor yang paling banyak ditemukan kasus korupsinya di Indonesia. Modus yang paling sering dilakukan adalah proyek fiktif, penyalahgunaan anggaran, laporan fiktif, dan penggelembungan harga (mark-up).
- Sektor utilitas yang mencakup proyek infrastruktur dan pembangunan juga mencatat kerugian besar akibat korupsi. Laporan ICW menunjukkan bahwa proyek-proyek infrastruktur sering kali tidak sesuai dengan spesifikasi atau kualitas yang dijanjikan, menyebabkan kerugian besar bagi daerah dan mengurangi manfaat bagi masyarakat.
Laporan ICW menunjukkan bahwa sektor desa di Indonesia mengalami tren peningkatan kasus korupsi yang konsisten dalam lima tahun terakhir (2019-2023). Peningkatan ini terlihat jelas dalam data ICW yang kami visualisasikan kembali seperti pada grafik dibawah yang menunjukkan trend data kasus korupsi sektor desa mulai dari tahun 2016 hingga 2023.
Laporan ICW mengungkapkan beberapa faktor yang berkontribusi pada meningkatnya kasus korupsi di sektor desa. Pertama, alokasi dana desa yang cukup besar menjadi salah satu pemicu utama. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemerintah telah mengalokasikan dana yang signifikan untuk pembangunan desa. Pada tahun 2023, total dana desa mencapai Rp68 triliun yang disalurkan ke 75.265 desa di seluruh Indonesia, dengan rata-rata setiap desa mengelola sekitar Rp903 juta. Angka ini hanya mencakup dana yang bersumber dari APBN dan belum termasuk Alokasi Dana Desa (ADD) dari APBD masing-masing daerah. Besarnya dana ini membuka peluang untuk praktik korupsi.
Selain itu, minimnya pemahaman dan pengawasan juga menjadi faktor penting. ICW mencatat beberapa penyebab, seperti kurangnya pemahaman masyarakat tentang pembangunan desa, fungsi pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang belum optimal, keterbatasan akses informasi, serta ketidaksiapan kepala desa dalam mengelola dana dalam jumlah besar. Faktor-faktor ini menciptakan celah yang rawan terhadap penyalahgunaan anggaran di sektor desa.
Kasus korupsi di sektor desa mengalami lonjakan signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Meskipun jumlah kasus yang terpantau masih relatif kecil jika dibandingkan dengan total jumlah desa, ICW memperkirakan bahwa banyak kasus lainnya masih belum terungkap. Fenomena ini dikenal sebagai "fenomena gunung es."
Berdasarkan laporan ICW dan basis data yang kami kumpulkan, dapat kami simpulkan bahwa di Sulawesi Tenggara, sebagian besar kerugian negara berasal dari berbagai kasus terkait dana dan proyek pemerintah daerah yang menimbulkan dampak finansial yang signifikan terhadap anggaran daerah, yang berpotensi memengaruhi alokasi dana publik dan menghambat pembangunan serta pelayanan yang seharusnya diterima masyarakat.
Dalam skala nasional, ICW mencatat korupsi yang tersebar di beberapa sektor, dan kami sajika sektor dengan kasus korupsi terbanyak:
- Sektor Desa: 187 kasus, dengan total kerugian Rp162,25 miliar.
- Sektor Pemerintahan: 108 kasus, kerugian Rp630,83 miliar.
- Sektor Utilitas: 103 kasus, kerugian Rp3,26 triliun.
- Sektor Perbankan: 65 kasus, kerugian Rp984,53 miliar.
- Sektor Pendidikan: 59 kasus, kerugian Rp187,09 miliar.
- Sektor Kesehatan: 44 kasus, kerugian Rp 100.195.409.992
- Sektor Sumber Daya Alam: 39 kasus, kerugian Rp 6.724.907.706.435
Data Penanganan Kasus Korupsi di Sulawesi Tenggara
Berdasarkan data ICW, berikut kami sajikan tabel yang menunjukkan jumlah penanganan kasus dan penetapan tersangka oleh Kejaksaan, KPK, dan Kepolisian di wilayah Sulawesi Tenggara pada tahun 2023:
Institusi | Jumlah Kasus | Jumlah Tersangka |
---|---|---|
Kejaksaan RI | 16 | 47 |
KPK | 1 | 4 |
Kepolisian | 9 | 17 |
Potensi Dampak Sosial dan Ekonomi
Kerugian negara akibat korupsi di Sulawesi Tenggara sepanjang tahun 2023 mencapai lebih dari Rp5 triliun berpotensi memengaruhi berbagai sektor, seperti pelayanan publik dan pembangunan infrastruktur. Tingginya nilai kerugian ini juga mencerminkan tantangan besar dalam pengelolaan dan pengawasan anggaran daerah, yang membutuhkan perhatian khusus dari pihak terkait.
Laporan tahunan Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2023 rilis mei 2024 memberikan gambaran mengenai situasi korupsi di Sulawesi Tenggara dan Indonesia pada umumnya. Publikasi ini diharapkan dapat membuka wawasan publik dan para pemangku kepentingan mengenai kondisi yang ada, sehingga masyarakat lebih memahami dampak serius yang timbul akibat kasus korupsi.